Sekolah Alfa Omega adalah
bangunan pendidikan dengan semangat lokalitas. Terletak di kota Tangerang, di
daerah 11700 sqm dengan kondisi sawah dan sawah sebelumnya. Desain merespon
kondisi tanah yang tidak stabil ini dengan menaikkan struktur sehingga
konstruksi dibuat melaaayang 2.1 m diatas tanah dengan menggunakan konstruksi
baja. Situs itu sendiri dipilih sebagai bagian dari skema desain, - sesuai
dengan lingkungan alamnya, untuk memberi anak-anak rasa kedekatan dengan alam,
sehingga memohon pengalaman belajar di luar ruangan.
Alfa Omega adalah refleksi
terhadap proses pembelajaran tanpa henti yang digambarkan dalam pembelajaran
ketukangan yang pedagogis, teknis, dan filosofis. Belajar terhadap material
lokal yang jujur dengan penyelesaian detail – detail yang teknis dan secara filosofis
dengan bentukan geometris sederhana dan menyelesaikan masalah konstruksi
bangunan. Siluet atap sinusoidal tidak terputus sedikit banyak menggambarkan
awal dan akhir, antara alfa dan omega, mengenai penggalian batas potensi atap
nipah yang mudah dibentuk,dengan konstruksi yang paling sederhana, konstruksi
bentuk segitiga dengan perbedaan sudut di perulangan kuda – kuda dengan jarak
600 mm yang kemudian lengkungan ini ditransformasikan secara konsisten dan
diulang pada bentuk railing, dan bangku sebagai tempat untuk bertegur sapa,
dari hal yang besar ke hal yang kecil. bentuk lengkung diulang kembali dalam
bata yang dikonstruksi meliuk – liuk dengan celah – celah kecil yang membuat
sirkulasi udara silang bisa terjadi.
Konfigurasi massa bangunan diatur
supaya pengguna bisa mendapatkan akses visual ke amphitheatre, ruang bermain.
Jembatan pun dibuat untuk menghubungkan massa bangunan satu dengan yang lain
menggunakan konstruksi tidak terikat. Konstruksi bangunan dibedakan berdasarkan
berat dan tinggi bangunan. Bangunan penerima, Workshop yang hanya satu lantai
dikonstruksi menggunakan bambu, bangunan sekolah dikonstruksi menggunakan
konstruksi baja, dan bangunan kantin 2 lantai dikonstruksi dengan mengggunakan
portal catenary bambu sebagai penyatu 4 massa bangunan di tengah – tengah
lahan.
Proses desain dan konstruksi adalah proses permainan reduksi atau mengurangi yang tidak perlu. Dengan mengurangi yang tidak perlu, atau menyederhanakan namun lebih jauh lagi Berproses disini adalah sebuah sumber pelajaran dan pengajaran universal yang ditemukan dengan pelatihan turun temurun dengan berkolaborasi dengan tukang – tukang Sumedang dan Salembaran, ataupun penemuan – penemuan masalah, dan penyelesaian ditempat berdasarkan kemampuan pekerja. Pengguna bangunan dan pekerja diajak untuk bermimpi, kembali kepada kondisi yang jujur untuk mempertanyakan definisi sebuah material dan definisi bagaimana sebuah material itu disusun dengan terus mempertanyakan apakah ada cara yang lebih baik untuk menyusun sebuah material.
Proses desain dan konstruksi adalah proses permainan reduksi atau mengurangi yang tidak perlu. Dengan mengurangi yang tidak perlu, atau menyederhanakan namun lebih jauh lagi Berproses disini adalah sebuah sumber pelajaran dan pengajaran universal yang ditemukan dengan pelatihan turun temurun dengan berkolaborasi dengan tukang – tukang Sumedang dan Salembaran, ataupun penemuan – penemuan masalah, dan penyelesaian ditempat berdasarkan kemampuan pekerja. Pengguna bangunan dan pekerja diajak untuk bermimpi, kembali kepada kondisi yang jujur untuk mempertanyakan definisi sebuah material dan definisi bagaimana sebuah material itu disusun dengan terus mempertanyakan apakah ada cara yang lebih baik untuk menyusun sebuah material.
Bata kisi – kisi
Dinding dibangun dengan
menggunakan material lokal batu-bata 12,5 cm x 25 cm x 7 cm dalam usaha mereduksi
jejak karbon. Selain itu bata merupakan material dengan konduktivitas panas
yang rendah. Bentuk bergelombang diterapkan pada desain dinding bata untuk
mewujudkan efisiensi struktur di mana bentuk lengkung akan lebih kokoh
dibandingkan bentuk bidang linier. Bentuk bergelombang akan memyeimbangkan
bidang dinding sehingga struktur kolom praktis tidak diperlukan. Dengan
demikian biaya dan waktu pembangunan dapat dikurangi dan ekspresi fasad yang lebih
baik dapat dibentuk.
Railing lengkung
Bentuk kurva merupakan metafora
dari alam yakni sungai yang mengalir. Railing terbuat dari batang pipa besi
yang disusun vertical kemudian disambung dengan system las. Pipa berukuran 3
inci dibentuk lengkung sebagai rangka hand railing dan pipa ukuran 1 inci
adalah railing yang disusun vertical dan dimiringkan mengikui pola dari lajur
lengkung pupa 3 inci. Pola lengkung ini termodulasi sepanjang 3 meter dan
dilakukan diduplikasi disusun sejajar dengan koridor sekolah. Hal ini
,enghasilkan pengalaman ruang yang baru.
Ketinggian railing 1.1 meter
dengan gap bagian bawah setinggi 30 cm yang berfungsi sebagai ruang unutk
pot-pot tanaman. Pemberian tanggulan di ujung plat dengan got-got kecil yang
berguna sebagai saluran pembuangan air.
Jembatan Bambu
Jembatan ini berfungsi sebagai
penghubung sekolah dan pintu masuk. Bentuk jembatan yang memiliki struktur
segitiga digunakan sebagai railing dan penopang atap. Pembuatan jembatan
menggunakan sumber daya local yaitu material bamboo yang melimpah, kerukangan
setempat dan tekniik konstruksi tradisional salah satunya Teknik sambungan
ikat.
Pondasi jembatan ini menggunakan
cerucuk yang mampu memperbaiki kualitas tanaj menjadi lebih padat. Lantai tebuat
dari bamboo yang dibelah setengah kemudian dipukul hingga merata. Cerucuk pondasi
dan cerucuk atap terpisah satu sama lain sehingga menopang beban masing-masing.
Atap Nipah
Bentuk atap adalah representasi dari bukit dan lembah. Bentuk lengkung atap yang modular menghemat waktu konstruksi melalui proses pre-fabrikasi di luar site. Setelah rangka tebentuk, rangka dirangkai di atas plat lantai. Rangka atap diventuk dengan struktur utama besi hollow 50mm x 100mm dan 30 mm x 50mm. Material lokal bambu digunakan untuk membentuk rangka sekunder atap yang menopang finishing atap. Untuk material penutup atap mengadaptasi bangunan tradisional pesisir. Untuk itu dipilih nipah dalam uusaha mereduksi jejak karbon. Sementara bilik bambu digunakan sebagai plafon ruang dalam. Karpet anti air diletakkan di antara mipah dan bilik bambu untuk mencegah air masuk ke ruang dalam.
Bentuk atap adalah representasi dari bukit dan lembah. Bentuk lengkung atap yang modular menghemat waktu konstruksi melalui proses pre-fabrikasi di luar site. Setelah rangka tebentuk, rangka dirangkai di atas plat lantai. Rangka atap diventuk dengan struktur utama besi hollow 50mm x 100mm dan 30 mm x 50mm. Material lokal bambu digunakan untuk membentuk rangka sekunder atap yang menopang finishing atap. Untuk material penutup atap mengadaptasi bangunan tradisional pesisir. Untuk itu dipilih nipah dalam uusaha mereduksi jejak karbon. Sementara bilik bambu digunakan sebagai plafon ruang dalam. Karpet anti air diletakkan di antara mipah dan bilik bambu untuk mencegah air masuk ke ruang dalam.
Pada akhirnya alfa omega adalah sebuah semangat pembelajaran tanpa henti dalam balutan mimpi anak – anak, sehinggadalam perjalanan hidup kita, kita akan selalu ingat semangat untuk tidak takut salah, tidak takut bermimpi, mengingat jati diri kita sebagai seorang manusia pembelajar.