Rabu, 18 Juli 2018

Mengulas Arsitektur Stasiun Bé-OS


Perancangan bangunan stasiun kota merupakan perpaduan antara struktur dan tehnik modern barat dipadukan dengan bentuk-bentuk tradisional yang menyatu dengan area sekitarnya. Dengan bantuan Art Deco bengunannya menyimbolkan kesederhanaan. Keindahannya dapat dirasakan dari komposisi unit masa dengan ketinggian dan atap yang bentuknya berbeda-beda. pola struktur bangunan stasiun menggunakan system Grid terpusat dan disesuaikan dengan bentangan lebar yang ada.

Dalam perancangannya stasiun jakarta kota terbagi menjadi 3 unit bagian yaitu: unit bagian kepala, unit bagian sayap (gerbang utama masuk & peron), unit bagian menara. Secara keseluruhan stasiun Jakarta kota membentuk huruf  T denah itu memiliki keunikan dan cirri khas tersendiri . 




Dinding bagian dalam hall diselesaikan dengan keramik berwarna coklat bertekstur kasar, sedangkan dinding luar bagian bawah seluruh bangunan ditutup dengan plesteran berbutir berwarna hitam. Dinding yang sama pada concourse diselesaikan dengan ubin pola waffle berwarna kuning kehijauan. Lantai stasiun menggunakan ubin berwarna kuning dan abu-abu, dan untuk lantai peron dipakai ubin pola waffle berwarna kuning. Peron menggunakan rangka atap frame berbentuk butterfly shed (kupu-kupu) dengan penyangga kolom baja profil dipakai pada stasiun ini.




Stasiun kota merupakan perpaduan antara struktur teknik modern yang dipadukan dengan bentuk tradisional setempat. Keindahannya dapat dilihat dari bentk atap dan pilar-pilar utama pada sisi kiri,kanan dan depan bangunan. Bangunan  tunggal bertingkat 2 memiliki pola asimetris baik pada bentuk dasar denah maupun fasad bangunan. Menggunakan atap lengkung sebagai ciri khas dari bentuk Art Deco. Fasad pada pintu utama dibuat lebih megah dari pintu di sisi utara dan selatan karena dipengaruhi oleh fungsinya di masa lampau sebagai bagian dari penyambutan.


Struktur
Struktur bangunan menggunakan kombinasi antara kerangka beton dan kerangka baja. Di ruang tunggu atau Peron kolom bagian dasar lantai  menggunakan plat baja dengan tumpuan sendi lalu diberi baut terhadap batang kolom baja tersebut yang bertujuan memberikan elastisitas menahan beban atap dan juga menahan getaran dari kereta api. Jenis batang kolom menggunakan Baja I lalu disetiap sisi sisinya diberi paku keling.


Di bagian ujung batang kolom diberi plat siku yang difungsikan sebagai penyangga gordeng atap jarak antar gordeng sendiri sekitar 60 cm. Jenis atap yang digunakan yaitu plat baja lengkung Talang air ny juga menggunakan plat baja.  


Di ruang hall atau loby samping, matrial kolom menggunakan baja I yang dilapisi beton (baja komposit), kolom tersebut berbentuk melengkung mengikuti bentuk atap sama seperti hal nya diruang tunggu/peron. baloknya juga menggunakan matrial baja yang dibungkus dengan beton, gordengnya pun sama dilapisi beton.  Ke unggulannya struktur baja yang dilapisi Beton yaitu : 
  • ·         Menambah daya tekan baja tersebut 
  • ·         Agar baja tidak mudah korosit karna adanya lapisan beton yang menyelimuti baja tersebut .
  • ·         Lapisan beton tersebut dapat menyatukan dinding–dinding yang seakan terlihat kuat dan kokoh


Dibagian ruang tunggu berhenti nya kereta penumpang terdapat kanopi yang menggunakan struktur baja . detail struktur tersebut:




Pada bagian kolom menggunakan profil baja I yang ditanam atau dibaut dilantai, pada bagian ujung nya diberi siku yang difungsikan sebagai penopang gordeng, lalu gordeng tersebut berfungsi sebagai penahan atap kanopi berbentuk sirap. Talang datar bagian tengah menggunakan plat baja yang disalurkan ke talang tegak kemudian dibuang ke roil . 

Bidang bangunan lainnya selain ruang tunggu atau peron menggunakan atap dak beton. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kombinasi atap lengkung dan dak beton itulah yang menjadi ciri khas dari stasiun ini dengan atapnya yang tinggi serta kuat dan tahan lama kokoh sehingga menyebabkan udara didalam tidak terasa panas/pengap walaupun banyak berkerumujnan orang yang menunggu pemberangkatan kereta. 

Stasiun Jakarta kota sebagian bangunannya berbentuk outdor, sehingga memungkinkan untuk pengurangan pencahayaan dan ketergangtungan akan energy listrik disiang hari. Yang mengesankan dari bangunan ini adalah bangunan ini dibuat hamper 80 tahun yang lalu, untuk bagian atap ada celah yang berguna untuk sirkulasi udara dan pencahayaan.

Program Ruang

Sirkulasi
Stasiun Kota Jakrta memiliki dua akses pintu besar sebagai pintu masuk yaitu pintu masuk dari sebelah utara dan selatan.Akses sirkulasi dari zona peron juga memiliki dua akses pintu keluar dari sebelah utara dan selatan.

Akses pengunjung dari sebelah utara di dalam bangunan dimulai dari hall dan disebelah baratnya terdapat ruang ticketing kemudian terpusat menuju ruang bebas (terus ke sebelah utara) yang disebelah barat terdapat retail dan ruang pengelola,selanjutnya disebelah timur terdapat zona peron. Begitu pula sebaliknya jika akses dimulai dari pintu masuk sebelah kanan.
        


Zoning

Lantai 1


Keterangan :
A1 : Akses pintu keluar-masuk dalam bangunan
A2 : Ruang Ticketing
A3 : Ruang Pengelola
A4 : Retail
A5 : Ruang bebas
A6 : Ruang tunggu peron
A7 : Peron
A8 : Ruang service


Lantai 2
Pengelompokan Ruang

1.     Kelompok Ruang Penerima :
·         Hall/lobby
·         Informasi
·         Keamanan (satpam)
·         Toilet

2.     Kelompok Ruang Pengelola :
·         Ruang publik service
·         Ruang finance
·         Ruang staf  KAI
·         Kantor ekspedisi

3.     Kelompok Ruang Publik :
·         Ruang Ticketing
·         ATM
·         Bank BRI
·         Musholla
·         Retail kafetaria
·         Toilet

4.     Kelompok Ruang Semi Publik :
·         Ruang tunggu peron
·         Peron

5.     Kelompok Ruang Service :
·         Mekanikal Elektrikal
·         MHPV
·         Gudang barang
·         Cleaning service
·         Pantry


Sumber:
https://arsitektur-unila.blogspot.com/2013/04/23-struktur_17.html

Kamis, 03 Mei 2018

Stasiun Bé-OS




Profil
Gedung           : Stasiun Jakarta Kota
Arsitek            : Frans Johan Louwrens Ghijsels
Fungsi             : Stasiun Utama 
Pengelola        : PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Lokasi             : Jl. Satasiun kota, Roa Malaka, Tambora, Jakarta Pusat
Dibangun        : Tahap I : Tahun 1870
  Tahap II: Tahun 1929

Sejarah
Stasiun Jakarta Kota lebih dikenal sebagai Stasiun Beos, merupakan kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur). Nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini yakni Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul pada akhir abad ke -19, karena Batavia memiliki stasiun kereta api Batavia Noord (Batavia Utara yang yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang). Batavia Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Netherland Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan merupakan terminal untuk jalur Batavia- Buitenzorg (Jakarta - Bogor), yang pada tahun 1913 jalur Batavia - Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan dikelola oleh Staats Spoorwegen (SS).

Batavia Zuid (Batavia Selatan), awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk renovasi menjadi bangunan yang kini ada. Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada zaman Hindia Belanda tahun 1926 - 1931.

Stasiun Jakarta Kota merupakan karya besar arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan. Siluet stasiun Jakarta Kota dapat dirasakan melalui komposisi unit-unit massa dengan ketinggian dan bentuk atap berbeda.

Masa Kini



Stasun Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Walau masih berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas bangunan stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah beresrakan di rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping kiri kanan rel di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Kini Pihak KAI melalui Unit Pelestarian Benda dan bangunan bersejarah telah mulai menata stasiun bersejarah ini

Bangunan dan Tata Letak


Stasiun ini, pada zaman kolonial ada dua, yaitu Batavia NIS (Batavia Noord) dan Batavia BOS (Batavia Zuid). Setelah kedua stasiun tersebut dibeli oleh pemerintah kolonial, perusahaan kereta api negara Staatsspoor en Tramwegen, berencana untuk membangun stasiun besar baru di atas lahan Stasiun Batavia BOS yang mulai ditutup sejak tahun 1923. Sebagai gantinya, maka stasiun Batavia Noord eks-NISM yang berjarak 200 meter ke arah Utara sebagai stasiun utama untuk melayani penumpang. Tahun 1926, stasiun eks-BOS mulai dibongkar. Pembangunan ini adalah proyek dari pembangunan gedung stasiun milik negara, maka Burgerlijke Openbare Werken, (Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda), terlibat dalam pembangunannya.

Stasiun ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat sementara bagi beberapa kereta api Jarak Jauh sebelum dipersiapkan pemberangkatannya di Gambir.

Layanan Kereta Api
Semua kereta api penumpang jarak jauh dan menegah yang dahulu memiliki terminus ke Stasiun Jakarta Kota akhirnya dialihkan ke Stasiun Pasar Senen. Sejak tanggal 9 Februari 2017 semua perjalanan KA Walahar Ekspres/Lokal PWK dan KA Jatiluhur/Lokal CKP dipindahkan ke Stasiun Tanjung Priok.

KRL/CommuterLine Jabodetabek


Sejak dipindahkannya kereta api lokal ke Stasiun Tanjung Priok, stasiun ini hanya melayani KRL Commuter LineJabodetabek. Adapun KRL yang mengakhiri dan mengawali perjalanan di stasiun ini adalah:
·  Red Line
·         (Depok branch), dari dan tujuan Depok
·         (Bogor branch), dari dan tujuan Bogor
·  Blue Line
·         (Bekasi branch), dari dan tujuan Bekasi
·         via Manggarai
·         via Pasar Senen
·         (Cikarang branch), dari dan tujuan Cikarang
·         via Manggarai
·         via Pasar Senen
·  Pink Line
·         (Tanjung Priok branch), dari dan tujuan Tanjung Priok
·         (Kampung Bandan branch), dari dan tujuan Kampung Bandan

Insiden


Pada tanggal 26 Desember 2014 pukul 06.30, lokomotif CC201 89 07 menabrak peron di Stasiun Jakarta Kota, pada saat melangsir rangkaian kereta api Argo Parahyangan. Lokomotif tersebut melampaui batas aman berhenti, sehingga meloncat keluar rel kemudian menggerus lantai peron. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini

Intisari


1.     Stasiun kereta api ini dulunya biasa disebut dengan nama B.O.S = Bataviasche Ooster Spoorweg (Batavia Eastern Railway), Namun bagi penduduk Jakarta tempo dulu, stasiun ini disebut Beos. Kini nama stasiun ini dikenal dengan nama Stasiun Jakarta Kota.
2.     Stasiun Beos merupakan salah satu Landmark kota Jakarta Tua, yang didirikan pada tahun 1929, yang juga merupakan lambang dari arsitektur bergaya modern pada masa itu. Merupakan pusat dari semua perjalanan kereta api pada masanya dan juga merupakan stasiun pertama yang dibuat.
3.     Stasiun ini merupakan satu kesatuan dengan gedung disekelilingnya seperti Museum Fatahillah (dulunya merupakan gedung Pemerintahan), Museum Seni Rupa (dulunya merupakan gedung Pengadilan, didirikan tahun 1871), Museum Wayang (dulunya merupakan Gereja), stasiun Beos tidak dapat dilepaskan bahwa ia adalah satu dari saksi kejayaan Batavia Tempoe Doeloe dan juga saksi dari perjalanan perkembangan Kereta Api Indonesia hingga Sekarang ini.
4.     Stasiun kota di bangun dengan gaya lasik yang masihb di pertahankan keasliannya dan teksturnya hingga saat ini sebagai dan kebanggaan bagi warga kota jakarta.

Sumber:





Minggu, 28 Januari 2018

Alfa Omega; Rumah Semangat untuk Anak Jalanan


Sekolah Alfa Omega adalah bangunan pendidikan dengan semangat lokalitas. Terletak di kota Tangerang, di daerah 11700 sqm dengan kondisi sawah dan sawah sebelumnya. Desain merespon kondisi tanah yang tidak stabil ini dengan menaikkan struktur sehingga konstruksi dibuat melaaayang 2.1 m diatas tanah dengan menggunakan konstruksi baja. Situs itu sendiri dipilih sebagai bagian dari skema desain, - sesuai dengan lingkungan alamnya, untuk memberi anak-anak rasa kedekatan dengan alam, sehingga memohon pengalaman belajar di luar ruangan.

Alfa Omega adalah refleksi terhadap proses pembelajaran tanpa henti yang digambarkan dalam pembelajaran ketukangan yang pedagogis, teknis, dan filosofis. Belajar terhadap material lokal yang jujur dengan penyelesaian detail – detail yang teknis dan secara filosofis dengan bentukan geometris sederhana dan menyelesaikan masalah konstruksi bangunan. Siluet atap sinusoidal tidak terputus sedikit banyak menggambarkan awal dan akhir, antara alfa dan omega, mengenai penggalian batas potensi atap nipah yang mudah dibentuk,dengan konstruksi yang paling sederhana, konstruksi bentuk segitiga dengan perbedaan sudut di perulangan kuda – kuda dengan jarak 600 mm yang kemudian lengkungan ini ditransformasikan secara konsisten dan diulang pada bentuk railing, dan bangku sebagai tempat untuk bertegur sapa, dari hal yang besar ke hal yang kecil. bentuk lengkung diulang kembali dalam bata yang dikonstruksi meliuk – liuk dengan celah – celah kecil yang membuat sirkulasi udara silang bisa terjadi.

Konfigurasi massa bangunan diatur supaya pengguna bisa mendapatkan akses visual ke amphitheatre, ruang bermain. Jembatan pun dibuat untuk menghubungkan massa bangunan satu dengan yang lain menggunakan konstruksi tidak terikat. Konstruksi bangunan dibedakan berdasarkan berat dan tinggi bangunan. Bangunan penerima, Workshop yang hanya satu lantai dikonstruksi menggunakan bambu, bangunan sekolah dikonstruksi menggunakan konstruksi baja, dan bangunan kantin 2 lantai dikonstruksi dengan mengggunakan portal catenary bambu sebagai penyatu 4 massa bangunan di tengah – tengah lahan.

Proses desain dan konstruksi adalah proses permainan reduksi atau mengurangi yang tidak perlu. Dengan mengurangi yang tidak perlu, atau menyederhanakan namun lebih jauh lagi Berproses disini adalah sebuah sumber pelajaran dan pengajaran universal yang ditemukan dengan pelatihan turun temurun dengan berkolaborasi dengan tukang – tukang Sumedang dan Salembaran, ataupun penemuan – penemuan masalah, dan penyelesaian ditempat berdasarkan kemampuan pekerja. Pengguna bangunan dan pekerja diajak untuk bermimpi, kembali kepada kondisi yang jujur untuk mempertanyakan definisi sebuah material dan definisi bagaimana sebuah material itu disusun dengan terus mempertanyakan apakah ada cara yang lebih baik untuk menyusun sebuah material.



Bata kisi – kisi

Dinding dibangun dengan menggunakan material lokal batu-bata 12,5 cm x 25 cm x 7 cm dalam usaha mereduksi jejak karbon. Selain itu bata merupakan material dengan konduktivitas panas yang rendah. Bentuk bergelombang diterapkan pada desain dinding bata untuk mewujudkan efisiensi struktur di mana bentuk lengkung akan lebih kokoh dibandingkan bentuk bidang linier. Bentuk bergelombang akan memyeimbangkan bidang dinding sehingga struktur kolom praktis tidak diperlukan. Dengan demikian biaya dan waktu pembangunan dapat dikurangi dan ekspresi fasad yang lebih baik dapat dibentuk.

Pada dinding tersebut terdapat kisi-kisi yang terdiri dari kisi-kisi yang lebar dan kecil. Fungsi kisi-kisi tersebut adalah memungkinkan untuk terjadinya cross ventilation di dalam ruangan. Untuk menghindari tampias air hujan, bagian yang terlubangi terdapat pada bidang yang cekung.



Railing lengkung

Bentuk kurva merupakan metafora dari alam yakni sungai yang mengalir. Railing terbuat dari batang pipa besi yang disusun vertical kemudian disambung dengan system las. Pipa berukuran 3 inci dibentuk lengkung sebagai rangka hand railing dan pipa ukuran 1 inci adalah railing yang disusun vertical dan dimiringkan mengikui pola dari lajur lengkung pupa 3 inci. Pola lengkung ini termodulasi sepanjang 3 meter dan dilakukan diduplikasi disusun sejajar dengan koridor sekolah. Hal ini ,enghasilkan pengalaman ruang yang baru.

Ketinggian railing 1.1 meter dengan gap bagian bawah setinggi 30 cm yang berfungsi sebagai ruang unutk pot-pot tanaman. Pemberian tanggulan di ujung plat dengan got-got kecil yang berguna sebagai saluran pembuangan air.


Jembatan Bambu

Jembatan ini berfungsi sebagai penghubung sekolah dan pintu masuk. Bentuk jembatan yang memiliki struktur segitiga digunakan sebagai railing dan penopang atap. Pembuatan jembatan menggunakan sumber daya local yaitu material bamboo yang melimpah, kerukangan setempat dan tekniik konstruksi tradisional salah satunya Teknik sambungan ikat.

Pondasi jembatan ini menggunakan cerucuk yang mampu memperbaiki kualitas tanaj menjadi lebih padat. Lantai tebuat dari bamboo yang dibelah setengah kemudian dipukul hingga merata. Cerucuk pondasi dan cerucuk atap terpisah satu sama lain sehingga menopang beban masing-masing.

Atap Nipah

Bentuk atap adalah representasi dari bukit dan lembah. Bentuk lengkung atap yang modular menghemat waktu konstruksi melalui proses pre-fabrikasi di luar site. Setelah rangka tebentuk, rangka dirangkai di atas plat lantai. Rangka atap diventuk dengan struktur utama besi hollow 50mm x 100mm dan 30 mm x 50mm. Material lokal bambu digunakan untuk membentuk rangka sekunder atap yang menopang finishing atap. Untuk material penutup atap mengadaptasi bangunan tradisional pesisir. Untuk itu dipilih nipah dalam uusaha mereduksi jejak karbon. Sementara bilik bambu digunakan sebagai plafon ruang dalam. Karpet anti air diletakkan di antara mipah dan bilik bambu untuk mencegah air masuk ke ruang dalam.

Pada akhirnya alfa omega adalah sebuah semangat pembelajaran tanpa henti dalam balutan mimpi anak – anak, sehinggadalam perjalanan hidup kita, kita akan selalu ingat semangat untuk tidak takut salah, tidak takut bermimpi, mengingat jati diri kita sebagai seorang manusia pembelajar.



Minggu, 07 Januari 2018

Niat


INGAT nggak, ketika kita kecil, mungkin di suasana perayaan tujuh belasan di kampung? Di sebuah lintasan rumput atau tanah, ada beberapa lintasan yang dibatasi tali rafia. Kita, yang masih kanak-kanak, ada di salah satu lintasan tersebut. Di depan wajah kita, ada sebuah sendok yang kita gigit pangkalnya. Di cekungan sendok itu ada kelereng. Kita jaga mati-matian supaya kelereng itu tidak jatuh dari sendok, selama kita berjalan secepat mungkin menuju garis finish di depan sana.


Ketika itu, jantung kita berpacu kencang, kencang banget. Dag-dug-dag-dug... . Nafas kita memburu, saling menyusul dengan detak jantung. Di punggung, kedua tangan kita saling menggenggam. Kaki-kaki kita mencoba melangkah secepat mungkin, tapi kita atur kecepatannya sampai pada titik yang 'pas' : tidak terlalu lambat sehingga bisa mendahului peserta lain, tapi tidak terlalu cepat sehingga kita kehilangan keseimbangan dari semua faktor pendukung, yang pasti akan menyebabkan 'out of control': kelereng kita jatuh dari sendoknya. Ada satu titik yang paling pas, somewhere in between, dan kita akan menemukan 'titik keseimbangan semuanya' itu dalam di proses melakukannya. Titik itu akan kita temukan sendiri setelah berangkat dari garis start.



Kita bahkan tidak menyadari teriakan-teriakan penonton yang begitu riuh. Ekspresi orang tua kita yang begitu senang menyaksikan kita 'bertarung di arena' sambil bertepuk tangan memberi semangat, tidak lagi kita perhatikan. Kita pun tidak memperhatikan kalau anak cewek yang kita taksir sedang meneriakkan nama kita di pinggir sana, memberi semangat. Dan kita juga, dengan sendirinya, tidak (merasa perlu) membayangkan gimana manisnya nanti ekspresi senyum malu-malu si anak itu, ketika hadiah kemenangan lomba ini kita kasihkan ke dia. Itu, pretty much, 'kagak usah dibayang-bayangin sekarang'. Pokoknya manis. 



Pada saat itu, kita adalah 'gladiator' di arena rumput dan bentangan tali rafia. Kita tidak memikirkan untuk menikmati kemenangan: saat itu kita simply menghirup pertarungannya. Pada saat itu, apapun selain garis finish dan sendok dengan kelereng di mulut sedang tidak relevan di kehidupan kita.






Sebelum berangkat, memang kita menyadari ada penonton, ada arena. Ada orang tua, ada teman-teman, ada ibu-ibu tetangga. Ada ibu tua yang berjualan minuman di pinggir lapangan, ada juga satu-dua balon yang lepas tertiup angin. Anak cewek yang manis itu juga ada di pinggir lapangan, siap memberi semangat. Tapi saat-saat menjelang wasit meneriakkan satu kata yang membuat semua peserta berpacu meninggalkan garis start, semua itu menjadi samar.



Menjelang wasit meneriakkan satu kata itu, alam semesta pelan-pelan menghilang. Dan kita tahu, nanti setelah berangkat, dengan sendirinya detak jantung, kecepatan kaki, sudut kemiringan kepala, tekanan gigi pada sendok, dan akselerasi kelajuan dan meknisme pengurangan kecepatan gerak kaki kita bertemu pada satu titik keseimbangan sempurna. A perfect equilibrium. Pada saat itu, semua hilang. Lenyap. Dan kemudian, di alam semesta ini ada dua hal saja: sendok dengan kelereng di mulut kita, dan garis finish. 



Itulah niat.



Dan setelahnya, semua di alam semesta yang terhubung dengan niat kita, akan bersatu. Bahu membahu, saling menyesuaikan diri mereka masing-masing demi niat kita itu. Dan itu terjadi dengan sendirinya!



Ketika lomba balap kelereng tadi, kita tidak mengatur seberapa harusnya tekanan gigi kita pada sendok. Berapa kecepatan langkah kaki kita. Berapa sudut kemiringan kepala kita. Berapa akselerasi kita, dan pada titik mana kita harus menambah atau mengurangi kecepatan. Mereka yang akan menyesuaikan dirinya masing-masing kepada niat kita.



Niat untuk membawa kelereng di atas sendok sampai garis finish. Apapun selain itu, tidak relevan. Itulah niat. Niat bertaubat, niat kembali dan pulang kepada Allah, adalah seperti itu. Niat shalat, ya kurang lebih begitu. Niat bangun malam, ya begitu juga. Niat puasa, niat studi, ya sama saja kurang lebih. You got the picture.



Niat bukanlah ucapan atau kata-kata. Niat adalah sebuah ‘penghubungan diri’ kepada Allah, sebuah tekad yang mendasari sebuah harapan kepada Allah ta’ala, yang (membuat Dia berkenan) menundukkan hal-hal tertentu di alam semesta demi harapan kita itu. 



Kenapa para sahabat Rasulullah bisa tidak menyadari apapun ketika shalat? Ya intensitas niat shalat mereka tentu luar biasa dahsyatnya. Ketika shalat, alam semesta melenyapkan diri dari mereka, bahkan diri mereka sendiri pun lenyap dalam shalatnya. Yang ada hanya Allah ta'ala, dan diri-diri mereka pun hilang, perlahan-lahan berubah menjadi ucapan-ucapan shalat yang beterbangan satu demi satu ke arah Tuhan mereka. 



Dengan niat yang seperti itu, mengucapkan niat secara verbal atau tidak, bukan masalah. Kita tidak harus melafalkan sebelum perlombaan, "Saya niat balap kelereng, menggigit sendok dan menjadi peserta paling depan, dua kali bolak-balik, lillahi ta'ala." Jika tidak tercipta sebuah 'keterhubungan' tadi, walaupun dengan niat yang dilafalkan, pengucapan itu bahkan tidak ada gunanya.



Pelafalan niat hanya sebuah cara, metode pengkondisian diri. Niat yang dilafalkan barulah niat secara jasad. Sedangkan niat yang secara batin, adalah niat yang seperti di atas. Idealnya, jika kita berniat, seharusnya merupakan 'rembesan' dari sebuah niat batin yang turun ke jasad sehingga terlafalkan. Bukan sebaliknya.



Niat bukanlah ucapan atau kata-kata. Niat adalah sebuah ‘penghubungan diri’ kepada Allah, sebuah tekad yang mendasari sebuah harapan kepada Allah ta’ala, yang (membuat Dia berkenan) menundukkan hal-hal tertentu di alam semesta demi harapan kita itu.




"Manusia hanya mendapatkan sebagaimana yang diniatkannya," sabda Rasulullah ketika hijrah. 



Senada nasihat Salim bin Abdullah kepada Umar bin Abdul 'Aziz: "Ketahuilah wahai Umar, bahwasannya bantuan Allah kepada seorang hamba berdasar atas niatnya. maka barangsiapa telah menyempurnakan niatnya, niscaya akan disempurnakan pula bantuan Allah kepadanya."



Sempurnakanlah niat. Sempurnakan sehingga kelak hasilnya layak kita persembahkan pada Allah ta'ala. Hadiah lomba balap kelereng? Kita berikan sajalah pada gadis kecil manis yang kita taksir itu. Bayangkan betapa manis senyumnya nanti. [] 






Keterangan: Foto diambil dari sini dan sini, tanpa ijin.

Malu

Kadang gua malu ketika gua tau tentang suatu ilmu dan bisa ngomong dengan bijakya, tapi gua gabisa mengamalkan apa yang udah gua tau itu.

Apalagi gua masuk ormawa, yang tujuannya berdakwah. Bergerak dalam ranah multimedia, yang setiap minggu posting hal faedah yang ngajak untuk jadi manusia yang beragama dan hidup sesuai aturanNya.

Malu.

Cuma sedikit kesadaran itu muncul, kemudian kembali lagi seperti biasa.

Ya Rabb, mohon beri aku kesadaran untuk selalu mengingatMu.
Untuk selalu mengingat arah tujuan hidupku
Unutk selalu menghadapkan hatiku padaMu

Aamiin.